Sabtu, 28 Januari 2012

Perlunya Evaluasi Mata Pelajaran Sejarah di Sekolah

Photobucket
fosil-manusia-purba.blogspot.com
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Bagaimana cara menghargai mereka? Pelajari sejarahnya dan hargai perjuangan mereka dengan mengisi kemerdekaan ini dengan hal-hal yang bermanfaat. Itulah manfaat pelajaran di sekolah, mengingatkan kepada sesuatu di masa lampau agar menjadi pembelajaran di masa kini. Lalu, bagaimana bila sejarah yang dipelajari adalah sejarah yang percuma atau keliru?
Pelajaran sejarah di tingkat SMA mengenai gejolak dan konflik Israel-Palestina merupakan satu contoh. Guru yang memang pro dengan Israel akan mengatakan kalau Israel lah yang sebenarnya lebih berhak atas Jalur Gaza dari pada Palestina. Sang Guru juga menanamkan cerita bahwa Bangsa Palestina merupakan bangsa yang mengganggu ketenangan Israel di masa lampau. Ini karena sang Guru Pro Israel. Mungkin hal yang sama juga akan terjadi bila guru yang mengajar adalah pembela Palestina. Di sini terdapat kekeliruan besar, dimana para siswa akan mendapat informasi subjektif. Bukan sejarah yang sebenarnya.
Pelajaran tentang manusia pra-sejarah yang berevolusi menjadi manusia modern menjadi pelajaran yang percuma. Bagaimana bisa? Ya, kita tidak mempercayai teori Evolusi Darwin, yang mengatakan kalau nenek moyang kita adalah kera. Tapi, anak sekolah tetap disuguhi pelajaran teori evolusi tersebut. Padahal, kita yakin kalau kita bukanlah berasal dari keturunan kera. Jadi, pelajaran ini diberikan kepada anak sekolah sebagai pemenuhan jam pelajaran saja, percuma. Mereka belajar tapi tak boleh yakin.
Sejarah dibuat oleh pemenang. Tragedi pemberontakan PKI di tahun 1960 an menjadi bukti berikutnya, kenapa materi pelajaran sejarah harus dikaji lebih mendalam lagi. Sampai kini kita tahu kalau kronologi dan penumpasan para anggota PKI tidaklah sepenuhnya benar dan sesuai dengan apa yang ada di buku pelajaran sekolah. Bahkan, film tentang kekejaman PKI yang dulu kerap diputar di bulan September kini tak lagi diperbolehkan. Karena diyakini ada kekeliruan materi di dalamnya. Jadi, semakin tegas kalau sejarah itu belum final. Masih ada kepingan-kepingan tertinggal yang menjadi kunci utama kebenaran tragedi.
Mempelajari ketiga hal tak penting di atas menjadi terasa begitu percuma sebab tak ada keuntungan dan pesan yang cukup signifikan bagi murid. Mengevaluasi materi di mata pelajaran tersebut adalah hal yang mutlak. Kalau tidak, sebaiknya pelajaran sejarah ditiadakan saja. Daripada membuang waktu untuk hal yang tak berguna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar