Terlepas
dari adanya Mall-Mall yang ber”edutainment” serta membutuhkan budget
yang besar. Edutainment juga bisa kita dapatkan dengan harga yang murah
bukankah pada prinsipnya edutainment adalah sistem pendidikan yang
menghibur (educational entertainment) atau hiburan yang memuat
unsur-unsur pendidikan (entertainment education) dimana tugas utamanya
untuk melatih pemikiran dan kepribadian (mind adan character) dengan
cara yang menyenangkan. Pada intinya edutainment adalah mencoba mengajar
atau menyampaikan sesuatu (pelajaran) melalui bentuk hiburan,
medianyapun bermacam-macam salah satunya adalah film.
Film
dapat kita jadikan sebagai salah satu media pembelajaran dan langkah
ini dinilai cukup efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai. Karena dalam sebuah film tidak hanya berisi tontonan yang
sifatnya menghibur akan tetapi film juga mempunyai misi menyampaikan
pesan-pesan moral. Film dan sosiologi merupakan kombinasi yang menarik.
Sosiologi yang kajian utamanya adalah masyarakat dan kehidupan sosial
membutuhkan banyak contoh fenomena-fenomena yang riil dalam
pembelajarannya dan film mampu memenuhi kebutuhan informasi tersebut.
Seperti
yang kita ketahui, pada saat ini industri perfilman indonesia semakin
berkembang pesat dengan menghasilkan karya-karya yang begitu banyak.
Tema-tema yang diambilpun beragam mulai dari kisah cinta, horor, komedi
hingga konflik rumah tangga dan semua diadopsi dari kehidupan
sehari-sehari. Film-film ringan yang bertemakan kehidupan sosial maupun
kebudayaan merupakan salah satu bentuk media yang bisa dijadikan sebagai
sumber bahan ajar bagi Sosiologi.
Salah
satu contohnya adalah ketika belajar tentang konflik, diferensiasi
sosial, stratifikasi sosial dan masyarakat multikultural kita bisa
nonton film Nagabonar Jadi 2 yang dibintangi oleh Dedy Mizwar sebagai
Nagabonar dan Tora Sudiro sebagai Bonaga anak Nagabonar. Film yang
bersetting di Medan dan Jakarta menyuguhkan fenomena sosial yang beragam
seperti konflik antara bapak dengan anak (konflik antar individu),
teman kerja Bonaga yang berasal dari berbagai suku (Diferensiasi
sosial), serta kehidupan pinggiran kota Jakarta yang serba ruwet dan
kumuh akan tetapi dengan tidak mengenyampingkan sisi humanisme
(Masyarakat multikultural). Dan itu semua adalah obyek kajian Sosiologi.
Dalam
film Nagabonar menjadi 2 tidak hanya menyajikan hiburan dari joke-joke
dan adegan lucu yang dilakukan oleh pemain akan tetapi juga menyajikan
kehidupan sosial yang kompleks dimasyarakat. Sehingga peserta didik
lebih dapat merasakan kondisi yang sebenarnya dengan melihat sebuah
contoh realitas sosial dari pada hanya mendengar dari guru. Sehingga
materi yang disampaikan lebih bisa mengena.
Metode
belajar yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mempelajari sesuatu secara kongkrit atau nyata akan memperbesar
prosentase penyerapan dan juga memicu mereka untuk berubah secara
positif. Seperti yang disampaikan oleh Psikolog Vermon dan Magnusson
menyebutkan, seorang akan belajar sebanyak 10 persen dari yang di baca,
20 persen dari yang didengar, 30 persen dari yang dilihat, 50 persen
dari yang dilihat dan didengar, 70 persen dari yang dikatakan, serta 90
persen dari yang didengar dan dilakukan.
Media
pembelajaran dengan menggunakan film membuat peserta didik menjadi
lebih kreatif dan kritis. Karena selama proses nonton bareng, guru
memberi tugas mencari bentuk fenomena sosial dalam setiap adegan.
Sehingga peserta didik tidak hanya melihat jalan cerita akan tetapi juga
mencari bentuk atau menganalisa setiap adegan yang berkaitan dengan
istilah-istilah dalam sosiologi seperti kelas sosial, konflik, integrasi
sosial, asimilasi, akulturasi budaya, dll.
Disamping
menghibur dan mendidik metode pembelajaran dengan media film ada juga
rambu-rambu yang harus di patuhi agar proses belajar mengajar tidak
keluar dari tujuan yang ingin dicapai. Pertama, tidak semua film
bisa dijadikan sebagai bahan ajar. Karena dalam memilih sebuah film
harus disesuaikan dengan materi yang akan kita berikan kepada peserta
didik. Misalnya ketika akan belajar tentang ras kita bisa nonton film
Denias Senandung Di Atas Awan.
Kedua,
dalam pemilihan film tidak bertentangan dengan etika moral. Jadi disini
peran guru adalah memilih film-film bermutu dengan tidak menampilkan
adegan-adegan yang tidak senonoh dan berbau kekerasan.
Ketiga, selama menonton film harus didampingi guru. Karena
dalam setiap adegan film masing-masing peserta didik mempunyai presepsi
yang berbeda-beda. Dan tugas guru adalah membuat keseragaman presepsi
dalam setiap adegan dengan tidak mengenyampingkan presepsi dari peserta
didik.
Keempat,
tidak semua peserta didik tertarik menonton film yang diputar karena
sudah pernah menonton sebelumnya sehingga akan menggangu proses nonton
bareng. Langkah antisipasinya adalah guru memberi pilihan peserta didik
yang sudah pernah nonton film untuk menceritkan kembali film tersebut
dengan bentuk karangan atau menyimak film dengan tenang.
Selain
rambu-rambu diatas ada hal yang harus dicermati dalam pembelajaran
dengan media film. Salah satunya adalah keterbatasan sarana yaitu
televisi dan VCD/DVD player yang tidak dimiliki oleh semua sekolah.
Disamping itu guru harus merogoh kocek sendiri untuk menyewa film yang
akan disajikan.
Sumber: http://yayahsma3tegal.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar