Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.
Bagaimana cara menghargai mereka? Pelajari sejarahnya dan hargai
perjuangan mereka dengan mengisi kemerdekaan ini dengan hal-hal yang
bermanfaat. Itulah manfaat pelajaran di sekolah, mengingatkan kepada
sesuatu di masa lampau agar menjadi pembelajaran di masa kini. Lalu,
bagaimana bila sejarah yang dipelajari adalah sejarah yang percuma atau
keliru?
Pelajaran sejarah di tingkat SMA
mengenai gejolak dan konflik Israel-Palestina merupakan satu contoh.
Guru yang memang pro dengan Israel akan mengatakan kalau Israel lah
yang sebenarnya lebih berhak atas Jalur Gaza dari pada Palestina. Sang
Guru juga menanamkan cerita bahwa Bangsa Palestina merupakan bangsa
yang mengganggu ketenangan Israel di masa lampau. Ini karena sang Guru
Pro Israel. Mungkin hal yang sama juga akan terjadi bila guru yang
mengajar adalah pembela Palestina. Di sini terdapat kekeliruan besar,
dimana para siswa akan mendapat informasi subjektif. Bukan sejarah yang
sebenarnya.
Pelajaran tentang manusia pra-sejarah
yang berevolusi menjadi manusia modern menjadi pelajaran yang percuma.
Bagaimana bisa? Ya, kita tidak mempercayai teori Evolusi Darwin, yang
mengatakan kalau nenek moyang kita adalah kera. Tapi, anak sekolah tetap
disuguhi pelajaran teori evolusi tersebut. Padahal, kita yakin kalau
kita bukanlah berasal dari keturunan kera. Jadi, pelajaran ini diberikan
kepada anak sekolah sebagai pemenuhan jam pelajaran saja, percuma.
Mereka belajar tapi tak boleh yakin.
Sejarah dibuat oleh pemenang. Tragedi
pemberontakan PKI di tahun 1960 an menjadi bukti berikutnya, kenapa
materi pelajaran sejarah harus dikaji lebih mendalam lagi. Sampai kini
kita tahu kalau kronologi dan penumpasan para anggota PKI tidaklah
sepenuhnya benar dan sesuai dengan apa yang ada di buku pelajaran
sekolah. Bahkan, film tentang kekejaman PKI yang dulu kerap diputar di
bulan September kini tak lagi diperbolehkan. Karena diyakini ada
kekeliruan materi di dalamnya. Jadi, semakin tegas kalau sejarah itu
belum final. Masih ada kepingan-kepingan tertinggal yang menjadi kunci
utama kebenaran tragedi.
Mempelajari ketiga hal tak penting di
atas menjadi terasa begitu percuma sebab tak ada keuntungan dan pesan
yang cukup signifikan bagi murid. Mengevaluasi materi di mata pelajaran
tersebut adalah hal yang mutlak. Kalau tidak, sebaiknya pelajaran
sejarah ditiadakan saja. Daripada membuang waktu untuk hal yang tak
berguna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar