Jumat, 10 Februari 2012

Kisah Pak Udin:”Kepala Sekolah Baru”

Mustafa Kamal | http://sosok.kompasiana.com/2012/02/11/kisah-pak-udinkepala-sekolah-baru/

Pak Udin masih muda. Usianya baru 35 tahun. Baru sepuluh tahun mengabdi menjadi guru, namun karena keaktifannya, dia lulus sebagai Calon Kepala Sekolah. Tidak menunggu lama, setahun kemudian dia diangkat menggantikan kepala sekolah sebuah SMA di sebuah pesisir yang memasuki masa pensiun.
Dua bulan lagi akan memasuki masa-masa Ujian Nasional. Pak Udin yang idealis bertekad Ujian Nasional kali ini disekolahnya harus benar-benar Murni tidak boleh ada kecurangan. Membantu anak didik memberikan jawaban Ujian Nasional baginya sama saja mengajarkan generasi muda bahwa kecurangan itu halal! Sesuatu yang biasa! Mau jadi apa negri ini kelak pikir pak Udin.
Mendekati Ujian Nasional Pak Udin mendapat perintah dari Kepala Dinas Pendidikan setempat bahwa Bupati menginginkan kelulusan disekolah SMA di daerahnya harus 100%! Jika ada Sekolah yang kelulusannya dibawah itu, kepala sekolahnya akan diberhentikan dan dikembalikan menjadi guru biasa serta di mutasi kedaerah terpencil. Pak Udin berpikir kerasa antara idealis, harga diri namun dia juga tidak mau dimutasi kedaerah terpencil, istrinya akan kecewa juga anak-anaknya yang masih kecil. Pak Udin tidak terpisah dari keluarga yang dicintainya.
Pak Udin lalu berkonsultasilah dengan mantan kepala sekolah yang sudah pensiun yang pernah menjadi pimpinannya. Mantan kepsek tersebut menganjurkan Pak Udin untuk ikut saja arlur yang sudah berjalan sejak lama di daerah kita. “Demi masa depan anak-anak! Kebanyakan dari mereka adalah anak nelayan, petani karet, dan buruh-buruh di pabrik, jika tak lulus sekolah dipastikan banyak yang memilih berhenti sekolah, apalagi tidak ada lagi ujian Nasional Ulangan bagi yang tak lulus. Kesempatan mereka hanya satu kali.” Begitu kata mantan kepseknya. “Pak Udin, yang salah bukan kita, tapi pakar-pakar pendidikan yang dikementrian pusat yang membuat UN itu! Jika ada studi kelayakan maka UN belum layak dilaksanakan di negeri ini! Karena masih terdapat jurang perbedaan yang menganga lebar antara kota dan pedesaan. Tapi orang buta diatas tidak melihat itu! Jadi kitapun buta jugalah! Bantu anak didik kita untuk lulus UN demi masa depan mereka! Itu pesan mantan kepseknya.
Pak Udin pun bimbang di satu sisi apa yang disampaikan mantan kepseknya benar tapi hati kecilnya masih menolak, sampai kapan ketidakbenaran ini terus berlangsung. Pak Udin berpendapat UN sebaiknya dihapuskan. Kembalikan ke sistem EBTANAS seperti semula, dimana Ujian Akhir Nasional hanya sebatas untuk evaluasi dan pertimbangan bagi Perguruan Tinggi untuk meluluskan seorang calon mahasiswa layak atau tidak layak lulus di PT tersebut. Pak Udin  tidak setuju UN  sebagai penentu kelulusan! Masa, karena satu mata pelajaran di bawah 4 meskipun tiga mata pelajaran lainnya sangat baik, anak tidak lulus.  Sebagai contoh, Andi mendapatkan nilai 8 untuk bahasa Indonesia, 9 untuk bahasa Inggris, 7 untuk Matematika, 7 untuk kimia, tetapi hanya 3,5 untuk Fisika. Maka Andi dinyatakan tidak lulus karena salah satu mata pelajarannya tidak mencapai 4 sebagai syarat kelulusan! Padahal bisa saja Andi kondisi badannya tidak sehat ketika ujian Fisika tersebut! Sungguh tidak Adil, Andi anak baik dan termasuk anak berprestasi tidak lulus hanya gara-gara pemerintah bersikeras UN tetap diadakan! Pak Udin larut dalam renungannya sendiri.
Namun, akhirnya pak Udin sepakat dengan mantan kepseknya, Ya sudahlah kita tinggal di negeri buta, maka butakan saja mata hati kita! Selama UN masih menentukan kelulusan, selama itu pula dia akan membantu anak didik untuk lulus! Tekad Pak Udin.
Akhirnya Ujian Nasionalpun segera dimulai, Seluruh kepala sekolah berkumpul di ruangan kepala dinas pendidikan untuk mensukseskan harapan Bupati 100% kelulusan di daerahnya. Lewat telpon Kepala Dinas berbicara langsung dengan Kapolres setempat tentang besaran “amplop” untuk untuk kelancaran proses pengambilan soal UN nanti di kantor polisi, maka disepakati  setiap sekolah mengeluarkan uang amplop Rp 20 juta. Kemudian ada pula “uang rokok” untuk polisi jaga soal UN  tersebut, uang rokoknya bervariasi antara Rp. 500 ribu - Rp. 1 juta.
Pak Udin  kemudian membentuk tim Penjemputan soal yang biasanya dilakukan pada malam hari selepas sholat magrib ke kantor polres tempat penyimpanan soal UN. Pak Udin menugaskan  waka kurikulum dan stafnya, dengan membawa uang rokok untuk petugas jaga. Biasanya pengambilan soal ini dipercayakan ke salah satu sekolah saja misalnya yang punya mesin photo copy, kemudian sekolah itu akan memperbanyak soal dengan mengcopinya dan dibagikan ke seluruh sekolah rekanan melalui waka kurikulumnya. Biasanya sekolah yang ditunjuk ini saja yang bekerja, nanti kunci jawaban yang sudah dibuat disebarkan dengan sms ke sekolah-sekolah yang lain. Namun setiap sekolah membuat tim juga untuk berjaga-jaga.
Kemudian Pak Udin juga menyiapkan tim penjemput soal. Setelah soal dijemput, diperbanyak dan dibagikan ke seluruh sekolah. Setiap sekolah akan melibatkan seluruh guru mata pelajaran UN untuk menjawab soal sesuai mata pelajarannya. Setiap guru yang mata pelajarannya diujikan esok hari akan berkumpul di rumah salah seorang rekannya pada malamnya menunggu soal dari waka kurikulum. Biasanya lepas isya soal UN sudah ditangan para guru tersebut. Dan mereka akan mengerjakan “gotong royong” soal-soal tersebut karena ada beberapa paket. Selesai mengerjakan soal, kunci jawaban tersebut diantarkan kembali kepada waka kurikulum untuk diperbanyak
Waka kurikulum akan meneruskan kunci jawaban tersebut kepada Tenaga TU yang sudah stand by, tenaga TU tersebut akan memperbanyak dengan menulis dicarik kertas atau diperbanyak dengan diphotocopy. dan langsung dilipat kecil-kecil sesuai paket soal.
Kemudian dibentuk juga Tim pembagi kunci jawaban. Tim ini biasanya hanya dua orang yaitu waka kesiswaan dan stafnya. Oleh mereka ini sudah ditentukan siswa -siswa penerima setiap kelasnya, dan siswa tersebutlah yang bertanggungjawab membagikan kepada teman-teman sekelasnya. Siswa -siswa ini disuruh datang cepat sejam atau paling lambat 30 menit sebelum jam 07.00 WIB jam masuk sekolah dan  diserahkan di lokasi yang sudah ditentukan tempat paling tersembunyi di sekolah tersebut, atau ada juga subuh-subuh menjemputnya ke rumah waka kesiswaan.
Kemudian adalagi tim penerima kunci jawaban. Mereka adalah wakil siswa-siswa setiap ruang ujian,. Dalam pelaksanaan ujian ini pengawas silang dari sekolah lain tidak dikhawatirkan karena sudah ada kesepakatan bersama di daerah itu. Lalu siapakah yang ditakuti oleh pihak sekolah? yaitu Pengawas independen yang berasal dari Perguruan Tinggi terdekat yang tidak dapat diajak kerjasama. Memang ada juga yang dapat diajak kerjasama mereka ini adalah yang kenal dengan kepsek atau guru-guru disekolah itu, siapa guru yang kenal baik akan disuruh melobi oleh kepsek masing-masing. Tapi bagaimana dengan yang tidak bisa dilobi? Ada lagi tim khusus yaitu Tim ini terdiri atas 2 - 3 orang guru yang ditugaskan untuk mengajak pengawas independen ini ngobrol-ngobrol, dan mengajaknya menjauh dari ruang tempat ujian. Kadang dibawa rekreasi atau makan-makan selama Ujian berlangsung.
Dan akhirnya seperti yang direncanakan sekolah Pak Udin lulus 100%! Semua bahagia, bupati, kepala dinas, kepsek dan guru, orangtua serta anak didik pastinya! Seluruh anak didiknya bisa melanjutkan pendidikan ke yang lebih tinggi tanpa terjegal oleh UN yang keliru! Pak Udin bersyukur, dan menyerahkan salah benarnya semuanya kepada Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar