KOMPAS.com — Direktur Jenderal Pendidikan Menengah
Kementerian Pendidikan Nasional Hamid Muhammad mengungkapkan, ada
sejumlah persoalan laten yang harus menjadi perhatian pihak sekolah,
terutama untuk jenjang pendidikan menengah atas (SMA). Hal itu
disampaikannya saat pembukaan workshop "Penyusunan Modul Pendidikan Karakter", di Hotel Alia, Cikini, Jakarta, Jumat (23/9/2011).
Hamid menyebutkan, persoalan laten pertama adalah tindakan intimidasi atau bullying.Tindakan ini biasanya dilakukan oleh senior kepada junior. Praktik bullying dilakukan sejak masa orientasi yang dilakukan secara berlebihan. Misalnya, memberikan tugas yang tak masuk akal dan adanya gap, seperti tempat nongkrong yang dibuat masing-masing tingkatan kelas.
"Hal ini tentunya sudah diketahui semua aspek yang ada di sekolah, seperti guru, tetapi dibiarkan saja," ujar Hamid.
Persoalan
kedua adalah jeratan narkoba. Menurut dia, kebanyakan pengedar
obat-obatan terlarang itu memiliki jaringan yang kuat di sekolah. Hal
ini, ditekankan Hamid, harus menjadi kewaspadaan pihak sekolah. Adapun,
persoalan ketiga adalah ekstremisme.
"Banyak sekolah yang sudah
dimasuki aliran-aliran ekstrem atau gerakan-gerakan ekstrem yang
berhubungan dengan agama. Yang paling diincar kebanyakan adalah guru
agama, jadi kita harus hati-hati" kata Hamid.
Menurutnya, untuk
mengatasi ketiga persoalan itu, diperlukan peranan guru dan elemen
masyarakat dalam menjalankan pendidikan karakter sebagai fondasi yang
kuat bagi siswa. Untuk menyukseskan jalannya pendidikan karakter, ia
memberikan sejumlah catatan yang bisa diterapkan:
1. Gunakan
waktu 5-10 menit di awal pelajaran untuk mengajarkan tentang etika yang
berhubungan dengan mata pelajaran yang diajarkan.
"Jika Anda mengajar Matematika, misalnya, beri tahu untuk apa alasan kita harus belajar mengukur ruang. Jangan begitu masuk kelas, Anda langsung menghadap papan tulis dan menulis rumus," ujar Hamid.2. Seorang guru harus memberi contoh dan keteladanan bagi para muridnya.
"Anak-anak usia sekolah menengah biasanya melakukan repetisi dari apa yang dia lihat. Kalau gurunya melakukan sesuatu, anak itu pasti mengikuti. Apalagi jika Anda guru favorit di sekolah. Contohnya, jika Anda menginginkan murid Anda tak terlambat masuk sekolah, maka kepala sekolah dan guru-gurunya juga tidak boleh datang terlambat," katanya.
3. Tegakkan aturan sekolah. Jangan sampai budaya "peraturan ada untuk dilanggar" mendarah daging pada siswa.
"Tata tertib yang sudah dibuat sekolah jangan sampai hanya ditempel di mading, tetapi tak ada pemberian sanksi bagi mereka yang melanggarnya," kata Hamid.
4. Perbanyak waktu bertemu dengan orangtua murid. Berikan pengertian kepada orangtua bahwa pendidikan karakter yang utama harus diajarkan dalam lingkup kehidupan yang terkecil, yaitu keluarga.
5. Tanamkan local wisdom atau kearifan lokal yang ada di daerah kita. Jangan sampai anak lupa akar budaya yang harus ditanamkan dalam benak mereka.
"Selain itu, kita juga harus mengontrol media yang ditonton atau dinikmati oleh anak-anak kita. Jangan sampai mereka menjadi korban teknologi yang sedang marak belakangan ini," kata Hamid.
"Jika Anda mengajar Matematika, misalnya, beri tahu untuk apa alasan kita harus belajar mengukur ruang. Jangan begitu masuk kelas, Anda langsung menghadap papan tulis dan menulis rumus," ujar Hamid.2. Seorang guru harus memberi contoh dan keteladanan bagi para muridnya.
"Anak-anak usia sekolah menengah biasanya melakukan repetisi dari apa yang dia lihat. Kalau gurunya melakukan sesuatu, anak itu pasti mengikuti. Apalagi jika Anda guru favorit di sekolah. Contohnya, jika Anda menginginkan murid Anda tak terlambat masuk sekolah, maka kepala sekolah dan guru-gurunya juga tidak boleh datang terlambat," katanya.
3. Tegakkan aturan sekolah. Jangan sampai budaya "peraturan ada untuk dilanggar" mendarah daging pada siswa.
"Tata tertib yang sudah dibuat sekolah jangan sampai hanya ditempel di mading, tetapi tak ada pemberian sanksi bagi mereka yang melanggarnya," kata Hamid.
4. Perbanyak waktu bertemu dengan orangtua murid. Berikan pengertian kepada orangtua bahwa pendidikan karakter yang utama harus diajarkan dalam lingkup kehidupan yang terkecil, yaitu keluarga.
5. Tanamkan local wisdom atau kearifan lokal yang ada di daerah kita. Jangan sampai anak lupa akar budaya yang harus ditanamkan dalam benak mereka.
"Selain itu, kita juga harus mengontrol media yang ditonton atau dinikmati oleh anak-anak kita. Jangan sampai mereka menjadi korban teknologi yang sedang marak belakangan ini," kata Hamid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar