Kasus
Di Indonesia, gejala pemalakan semakin meningkat frekuensinya.
Pemalakan atau permintaan secara paksa hak milik seseorang (uang ataupun
barang) kerap terjadi di dalam masyarakat, baik di dalam lingkungan
umum/public seperti : terminal; stasiun; jalan-jalan umum; kolong
jembatan; pasar, atau bahkan di lingkungan formal : seperti sekolah atau
universitas. Mulai dari sekedar menggoda sampai menyakiti fisik.
Pemalakan (tindakan mengganggu, menggertak) merupakan bentuk perilaku
anti-sosial yang diiringi dengan penggunaan kekuasaan atau kekuatan
untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang sehingga korban merasa
tertekan, trauma, dan tidak berdaya. Pemalakan ini juga memberi dampak
yang lebih merusak bagi jiwa anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa.
Saya akan menganalisis tentang masalah social pemalakan yang
terjadi di Perumahan Harapan Baru, Bekasi Barat dimana Pemalakan
terhadap anak-anak sekolah lebih sering terjadi di daerah ini khususnya
pada siswa berseragam putih biru (SMP). Pelaku merupakan seseorang yang
memiliki usia jauh lebih tua dibandingkan korban atau bisa juga disebut
sebagai orang dewasa. Kodisi seperti inilah yang dimanfaatkan oleh orang
dewasa atau pelaku untuk mengelabui anak-anak khususnya anak sekolah
sebagai sumber mata pencaharian mereka.
Pelaku menganggap siswa sekolah adalah makhluk yang lemah dan polos
sehingga mudah untuk dikelabui, menurut penuturan beberapa korban,
biasanya, pelaku melakukan pemalakan dengan cara halus tetapi mengancam
mental korban. Pelaku tidak menggunakan pakaian yang menyeramkan atau
berpakaian rapi seperti masyarakat normal lainnya. Jadi, pelaku
pemalakan sama sekali tidak terlihat mencurigakan.
“kan awalnya lagi jalan, trus tiba-tiba ada dua orang yang
nyamperin naek motor katanya aku dituduh pernah ngambil hape adeknya
trus buat ngebuktiin kalo bukan aku yang ngambil diajak ke tempat
adeknya. Eh ternyata diajak ke tempat sepi terus katanya sebagai
jaminan, Hape aku dipegang sama dia, dititipin ke tukang pecel yang lagi
lewat, terus dia pergi gitu aja” cerita Anwar, korban kelas 1 SMP
Dari penuturan diatas pemalakan tersebut dilihat hampir mirip
seperti penipuan karena sang korban di tuduh sebagi pencuri Handphone
karena saking takutnya korban, maka korban melakukan berbagai cara agar
tuduhan tersebut tidak benar. Tetapi ketika korban berhasil masuk
perangkap dan pelaku mendapat kesempatan maka pelaku melakukan pemalakan
terhadap korban.
Contoh diatas merupakan salah satu contoh dari beberapa kasus
pemalakan yang terjadi di perumahan ini, tidak hanya Hp sebagai target
sasaran pelaku, motor juga merupakan target sasaran pelaku. Karena
sebagian anak-anak sekolah di daerah ini biasa memakai kendaraan
bermotor dan Hp yang merupakan barang atau sesuatu yang seharusnya belum
boleh di miliki oleh anak-anak sekolah. Apalagi, peraturan yang
mengharuskan pengendara sepeda motor minimal 17 tahun.
Pemalakan terhadap kendaraan bermotor ini dilakukan dengan cara
yang berbeda. Tetapi biasanya pengendara motor ini di hampiri oleh motor
pelaku dan korban diperintahan untuk meminggirkan motornya dengan
alih-alih pelaku sebagai seseorang yang dikenal maka korban mengikuti
kemauan sang pelaku. apabila korban berhasil masuk ke dalam perangkap
pelaku maka diambilnya motor tersebut secara paksa.
Analisis
Untuk menganalisis masalah tersebut saya menggunakan teori
struktural fungsional. Untuk menganalisis masalah tersebut dimulai
dengan studi untuk menilai, mengapa orang melakukan pemalakan, bagaimana
prosesnya sampai mereka mengadopsi suatu kondisi yang dianggap sebagai
gaya hidup yang menyimpang (bully).
Teori struktual fungsional ini menganalogikan masyarakat seperti
tubuh mansia yang terdiri dari organ vital yang memiliki fungsi
spesifik. Masyarakat memiliki beberapa fungsi yang berjalan agar
masyarakat dapat berjalan dengan baik. Masalah social akan mucul apabila
fungsi-fungsi yang terdapat dalam masyarakat ada yang tidak berjalan
dengan baik.
Fungsi-fungsi yang terdapat dalam masyarakat tidak berjalan dengan
baik, seperti fungsi keluarga sebagai media sosialisasi penanaman nilai
dan norma sejak kecil tidak sampai ke dalam penanaman norma seorang anak
sehingga ketika anak tersebut sudah dewasa mereka tidak menanamkan
nilai-nilai atau norma secara baik dan hasilnya seorang anak yang sudah
menjadi dewasa maka akan menjadi pelaku pemalakan. Dalam kasus ini dapat
dilihat dengan fungsi keluarga sebagai media sosialisasi penanaman
nilai dan norma terhadap seorang anak. Tetapi fungsi keluarga ini juga
tidak bejalan dengan baik dilihat dari fungsi keluarga korban itu
sendiri. Seperti membiarkan anak mengendarakan kendaraan bermotor
sebelum anak tersebut berusia 17 tahun. Hal ini sudah terlihat bahwa
keluarga sendiri tidak mensosialsasikan nilai yang terdapat dalam
masyarakat kepada anak.
Pendidikan di sekolah sebagai tempat menuntut ilmu, mendapatkan
ketrampilan dan keahlian guna mempersiapkan individu supaya dapat
bekerja di masyarakat juga tidak berjalan dengan baik. Sehingga ketika
individu tersebut terjun ke dalam masyarakat secara langsung dan harus
memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri, individu tersebut tidak
dapat beradaptasi bahkan tidak dapat menerapkan fungsi pendidikan yang
telah didapatkan dalam masyarakat dengan benar sehingga individu
tersebut memilih untuk menjadi pemalak dibandingkan bekerja karena tidak
memiliki pendidikan atau ketrampilan yang dimiliki.
Masyarakat juga sebagai social order pengontrol social
tidak berjalan dengan baik. Karena masyarakat yang seharusnya dapat
membentuk peradaban supaya tindakan individu dapat dikontrol melalui social order. Struktur
yang terdapat dalam masyarakat harusnya dapat menongontrol masyarakat
dan dapat mempertahankan atau menjaga keberlangsungan social order sehingga masyarakat benar-benar dapat menjadi masyarakat yang baik.
Pemalakan ini juga bisa dikatakan sebagai dampak negatif dari
industrialisasi. Dimana tenaga kerja manusia sudah tidak begitu
dibutuhkan lagi sehingga banyak timbul masyarakat yang menganggur dan
mencari jalan alternatifnya dengan menjadi pemalak atau bully.
Karena perubahan masyarakat ini maka individu tidak berhasil dalam
mengatur serta menyesuaikan diri dengan kecepatan perubahan yang terjadi
sehingga akan menghancurkan kerja organisme social.
Masyarakat memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi tentang yang
harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam
keadaan langgeng. Ketika fungsi tersebut tidak dapat dipenuhi dan
berjalan dengan baik maka masyarakat dianggap tidak dapat mempertahankan
social order atau disebut juga sebagai masyarakat yang immoral, (immoral society). Masyarakat yang immoral maka akan menghasilkan pula individu yang immoral (immoral individu) dan keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya masalah social.
Solusi
Solusi dalam penanganan kasus bully terhadap
anak sekolah ini adalah dari fungsi keluarga yang lebih menjaga anaknya
dan menanamkan nilai moral yang terdapat di masyarakat. Misalnya, tidak
memberikan izin kepada anak untuk mengendarakan sepeda motor sebelum
usia 17 tahun, ataupun tidak memberikan anak barang mewah untuk bermain
diluar rumah sehingga anak juga terhindar dari kasus pemalakan.
Solusi lain adalah masyarakat lebih menjaga keamanan di
sekitar perumahan tersebut dengan cara mencari pelaku pemalakan. Karena
kasus pemalakan di daerah ini belum pernah di usut sehingga pelaku
dapat dengan bebas mencari korban yang lebih banyak. Maka fungsi
masyarakat sebagai social order seharusnya lebih dipertahankan lagi dan lebih di tegaskan lagi agar tidak ada lagi korban pemalakan selanjutnya.
Usaha penanganan yang lebih maju adalah melalui proses
resosialisasi dalam pengertian membuat individu yang menjadi sumber
masalah social tersebut agar siap dan mampu berperilaku dan berperan
sesuai aturan dan nilai-nilai sosial yang lebih baik. Atau dengan
perkataan lain penanganan dilakukan dengan memfokus pada perubahan aspek
moral dan kondisi individu melalui proses pendidikan. Pendidikan
dilakukan keseluruh anggota masyarakat yang memiliki pendidikan rendah
misalnya saja dengan mengadakan sekolah seperti PKBM (Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat) yang memberikan keterampilan atau lanjutan sekolah
seperti paket A, Paket B, atau Paket C jadi seluruh masyarakat yang
memiliki pendidikan rendah dapat melanjutkan pendidikan. Dengan cara
ini fungsi pendidikan terhadap masyarakat dapat berfungsi dengan baik.
Dan masyarakat memiliki ketrampilan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Dalam penanganan solusi yang terakhir ini peran masyarakat juga
sangat dibutuhkan. Karena masyarakat yang mendata untuk mengetahui warga
atau masyarakat yang memiliki pendidikan rendah. Sehingga masyarakat
yang memiliki pendidikan rendah dapat melanjutkan pendidikannya dan
mendapatkan ketrampilan sebagai bekal dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar