Mustafa Kamal | http://sosok.kompasiana.com/2012/02/11/kisah-pak-udinkepala-sekolah-baru/
Pak Udin masih muda. Usianya baru 35 tahun. Baru sepuluh tahun
mengabdi menjadi guru, namun karena keaktifannya, dia lulus sebagai
Calon Kepala Sekolah. Tidak menunggu lama, setahun kemudian dia diangkat
menggantikan kepala sekolah sebuah SMA di sebuah pesisir yang memasuki
masa pensiun.
Dua bulan lagi akan memasuki masa-masa Ujian Nasional. Pak Udin yang
idealis bertekad Ujian Nasional kali ini disekolahnya harus benar-benar
Murni tidak boleh ada kecurangan. Membantu anak didik memberikan
jawaban Ujian Nasional baginya sama saja mengajarkan generasi muda
bahwa kecurangan itu halal! Sesuatu yang biasa! Mau jadi apa negri ini
kelak pikir pak Udin.
Mendekati Ujian Nasional Pak Udin mendapat perintah dari Kepala Dinas
Pendidikan setempat bahwa Bupati menginginkan kelulusan disekolah SMA di
daerahnya harus 100%! Jika ada Sekolah yang kelulusannya dibawah itu,
kepala sekolahnya akan diberhentikan dan dikembalikan menjadi guru
biasa serta di mutasi kedaerah terpencil. Pak Udin berpikir kerasa
antara idealis, harga diri namun dia juga tidak mau dimutasi kedaerah
terpencil, istrinya akan kecewa juga anak-anaknya yang masih kecil. Pak
Udin tidak terpisah dari keluarga yang dicintainya.
Pak Udin lalu berkonsultasilah dengan mantan kepala sekolah yang sudah
pensiun yang pernah menjadi pimpinannya. Mantan kepsek tersebut
menganjurkan Pak Udin untuk ikut saja arlur yang sudah berjalan sejak
lama di daerah kita. “Demi masa depan anak-anak! Kebanyakan dari mereka
adalah anak nelayan, petani karet, dan buruh-buruh di pabrik, jika tak
lulus sekolah dipastikan banyak yang memilih berhenti sekolah, apalagi
tidak ada lagi ujian Nasional Ulangan bagi yang tak lulus. Kesempatan
mereka hanya satu kali.” Begitu kata mantan kepseknya. “Pak Udin, yang
salah bukan kita, tapi pakar-pakar pendidikan yang dikementrian pusat
yang membuat UN itu! Jika ada studi kelayakan maka UN belum layak
dilaksanakan di negeri ini! Karena masih terdapat jurang perbedaan yang
menganga lebar antara kota dan pedesaan. Tapi orang buta diatas tidak
melihat itu! Jadi kitapun buta jugalah! Bantu anak didik kita untuk
lulus UN demi masa depan mereka! Itu pesan mantan kepseknya.
Pak Udin pun bimbang di satu sisi apa yang disampaikan mantan kepseknya
benar tapi hati kecilnya masih menolak, sampai kapan ketidakbenaran ini
terus berlangsung. Pak Udin berpendapat UN sebaiknya dihapuskan.
Kembalikan ke sistem EBTANAS seperti semula, dimana Ujian Akhir Nasional
hanya sebatas untuk evaluasi dan pertimbangan bagi Perguruan Tinggi
untuk meluluskan seorang calon mahasiswa layak atau tidak layak lulus di
PT tersebut. Pak Udin tidak setuju UN sebagai penentu kelulusan!
Masa, karena satu mata pelajaran di bawah 4 meskipun tiga mata pelajaran
lainnya sangat baik, anak tidak lulus. Sebagai contoh, Andi
mendapatkan nilai 8 untuk bahasa Indonesia, 9 untuk bahasa Inggris, 7
untuk Matematika, 7 untuk kimia, tetapi hanya 3,5 untuk Fisika. Maka
Andi dinyatakan tidak lulus karena salah satu mata pelajarannya tidak
mencapai 4 sebagai syarat kelulusan! Padahal bisa saja Andi kondisi
badannya tidak sehat ketika ujian Fisika tersebut! Sungguh tidak Adil,
Andi anak baik dan termasuk anak berprestasi tidak lulus hanya gara-gara
pemerintah bersikeras UN tetap diadakan! Pak Udin larut dalam
renungannya sendiri.
Namun, akhirnya pak Udin sepakat dengan mantan kepseknya, Ya sudahlah
kita tinggal di negeri buta, maka butakan saja mata hati kita! Selama UN
masih menentukan kelulusan, selama itu pula dia akan membantu anak
didik untuk lulus! Tekad Pak Udin.
Akhirnya Ujian Nasionalpun segera dimulai, Seluruh kepala sekolah
berkumpul di ruangan kepala dinas pendidikan untuk mensukseskan harapan
Bupati 100% kelulusan di daerahnya. Lewat telpon Kepala Dinas berbicara
langsung dengan Kapolres setempat tentang besaran “amplop” untuk untuk
kelancaran proses pengambilan soal UN nanti di kantor polisi, maka
disepakati setiap sekolah mengeluarkan uang amplop Rp 20 juta. Kemudian
ada pula “uang rokok” untuk polisi jaga soal UN tersebut, uang
rokoknya bervariasi antara Rp. 500 ribu - Rp. 1 juta.
Pak Udin kemudian membentuk tim Penjemputan soal yang biasanya
dilakukan pada malam hari selepas sholat magrib ke kantor polres tempat
penyimpanan soal UN. Pak Udin menugaskan waka kurikulum dan stafnya,
dengan membawa uang rokok untuk petugas jaga. Biasanya pengambilan soal
ini dipercayakan ke salah satu sekolah saja misalnya yang punya mesin
photo copy, kemudian sekolah itu akan memperbanyak soal dengan
mengcopinya dan dibagikan ke seluruh sekolah rekanan melalui waka
kurikulumnya. Biasanya sekolah yang ditunjuk ini saja yang bekerja,
nanti kunci jawaban yang sudah dibuat disebarkan dengan sms ke
sekolah-sekolah yang lain. Namun setiap sekolah membuat tim juga untuk
berjaga-jaga.
Kemudian Pak Udin juga menyiapkan tim penjemput soal. Setelah soal
dijemput, diperbanyak dan dibagikan ke seluruh sekolah. Setiap sekolah
akan melibatkan seluruh guru mata pelajaran UN untuk menjawab soal
sesuai mata pelajarannya. Setiap guru yang mata pelajarannya diujikan
esok hari akan berkumpul di rumah salah seorang rekannya pada malamnya
menunggu soal dari waka kurikulum. Biasanya lepas isya soal UN sudah
ditangan para guru tersebut. Dan mereka akan mengerjakan “gotong royong”
soal-soal tersebut karena ada beberapa paket. Selesai mengerjakan
soal, kunci jawaban tersebut diantarkan kembali kepada waka kurikulum
untuk diperbanyak
Waka kurikulum akan meneruskan kunci jawaban tersebut kepada Tenaga TU
yang sudah stand by, tenaga TU tersebut akan memperbanyak dengan menulis
dicarik kertas atau diperbanyak dengan diphotocopy. dan langsung
dilipat kecil-kecil sesuai paket soal.
Kemudian dibentuk juga Tim pembagi kunci jawaban. Tim ini biasanya hanya
dua orang yaitu waka kesiswaan dan stafnya. Oleh mereka ini sudah
ditentukan siswa -siswa penerima setiap kelasnya, dan siswa tersebutlah
yang bertanggungjawab membagikan kepada teman-teman sekelasnya. Siswa
-siswa ini disuruh datang cepat sejam atau paling lambat 30 menit
sebelum jam 07.00 WIB jam masuk sekolah dan diserahkan di lokasi yang
sudah ditentukan tempat paling tersembunyi di sekolah tersebut, atau ada
juga subuh-subuh menjemputnya ke rumah waka kesiswaan.
Kemudian adalagi tim penerima kunci jawaban. Mereka adalah wakil
siswa-siswa setiap ruang ujian,. Dalam pelaksanaan ujian ini pengawas
silang dari sekolah lain tidak dikhawatirkan karena sudah ada
kesepakatan bersama di daerah itu. Lalu siapakah yang ditakuti oleh
pihak sekolah? yaitu Pengawas independen yang berasal dari Perguruan
Tinggi terdekat yang tidak dapat diajak kerjasama. Memang ada juga yang
dapat diajak kerjasama mereka ini adalah yang kenal dengan kepsek atau
guru-guru disekolah itu, siapa guru yang kenal baik akan disuruh melobi
oleh kepsek masing-masing. Tapi bagaimana dengan yang tidak bisa
dilobi? Ada lagi tim khusus yaitu Tim ini terdiri atas 2 - 3 orang guru
yang ditugaskan untuk mengajak pengawas independen ini
ngobrol-ngobrol, dan mengajaknya menjauh dari ruang tempat ujian.
Kadang dibawa rekreasi atau makan-makan selama Ujian berlangsung.
Dan akhirnya seperti yang direncanakan sekolah Pak Udin lulus 100%!
Semua bahagia, bupati, kepala dinas, kepsek dan guru, orangtua serta
anak didik pastinya! Seluruh anak didiknya bisa melanjutkan pendidikan
ke yang lebih tinggi tanpa terjegal oleh UN yang keliru! Pak Udin
bersyukur, dan menyerahkan salah benarnya semuanya kepada Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar