Sebenarnya, secara formal setiap sekolah
atau institusi pendidikan lainnya pasti telah memiliki aturan baku yang
melarang para siswanya untuk melakukan tindakan nyontek. Namun kadang
kala dalam prakteknya sangat sulit untuk menegakkan aturan yang satu
ini. Pemberian sanksi atas tindakan nyontek yang tidak tegas dan
konsisten merupakan salah satu faktor maraknya perilaku nyontek.
Tindakan nyontek (plagiasi) semakin subur
dengan hadirnya internet, ketika siswa atau mahasiswa diberi tugas oleh
guru atau dosen untuk membuat makalah banyak yang meng-copy- paste berbagai tulisan yang ada dalam internet secara bulat-bulat. Mungkin masih agak lumayan kalau tulisan yang di-copy-paste-nya
itu dipahami terlebih dahulu isinya, seringkali tulisan itu langsung
diserahkan kepada guru/dosen, dengan sedikit editing menggantikan nama
penulis aslinya dengan namanya sendiri.
Yang lebih mengerikan justru tindakan
nyontek dilakukan secara terrencana dan konspiratif antara siswa dengan
guru, tenaga kependidikan (baca: kepala sekolah, birokrat pendidikan,
pengawas sekolah, dll) atau pihak-pihak lainnya yang berkepentingan
dengan pendidikan, seperti yang terjadi pada saat Ujian Nasional.
Jelas, hal ini merupakan tindakan amoral
yang sangat luar biasa, justru dilakukan oleh orang-orang yang
berlabelkan “pendidikan”. Mereka secara tidak langsung telah mengajarkan
kebohongan kepada siswanya, dan telah mengingkari hakikat dari
pendidikan itu sendiri. Di lain pihak, para orang tua siswa pun dan
mungkin pemerintah setempat sepertinya berterima kasih dan memberikan
dukungan atas “bantuan yang diberikan sekolah” kepada putera-puterinya
pada saat mengisi soal-soal ujian nasional.
Sekolah-sekolah yang permisif terhadap perilaku nyontek dengan berbagai bentuknya, sudah semestinya ditandai sebagai sekolah berbahaya,
karena dari sekolah-sekolah semacam inilah kelak akan lahir generasi
masa depan pembohong dan penipu yang akan merugikan banyak orang.
Secara psikologis, mereka yang melakukan perilaku nyontek pada umumnya
memiliki kelemahan dalam perkembangan moralnya, mereka belum memahami
dan menyadari mana yang baik dan buruk dalam berperilaku. Selain itu,
perilaku nyontek boleh jadi disebabkan pula oleh kurangnya harga diri
dan rasa percaya diri (ego weakness). Padahal kedua aspek
psikologi inilah yang justru lebih penting dan harus dikembangkan
melalui pendidikan untuk kepentingan keberhasilan masa depan siswanya.
Akhirnya, apa pun alasannya perilaku nyontek khususnya yang terjadi pada
saat Ujian Nasional harus dihentikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar