Jumat, 06 Januari 2012

BELAJAR SOSIOLOGI DENGAN FILM

Seiring dengan berkembangnya metode pendidikan yang edutainment semua guru berlomba-lomba menciptakan metode belajar-mengajar yang kreatif dan menyenangkan. Tidak hanya guru Mall-Mall dikota-kota besarpun bersaing menciptakan tempat hiburan bagi anak-anak yang bersifat edutainment. Akan tetapi belajar “edutainment” di Mall membutuhkan biaya yang tidak kecil dan itupun hanya dapat dinikmati oleh orang-orang dari golongan tertentu.
Terlepas dari adanya Mall-Mall yang ber”edutainment” serta membutuhkan budget yang besar. Edutainment juga bisa kita dapatkan dengan harga yang murah bukankah pada prinsipnya edutainment adalah sistem pendidikan yang menghibur (educational entertainment) atau hiburan yang memuat unsur-unsur pendidikan (entertainment education) dimana tugas utamanya untuk melatih pemikiran dan kepribadian (mind adan character) dengan cara yang menyenangkan. Pada intinya edutainment adalah mencoba mengajar atau menyampaikan sesuatu (pelajaran) melalui bentuk hiburan, medianyapun bermacam-macam salah satunya adalah film.
Film dapat kita jadikan sebagai salah satu media pembelajaran dan langkah ini dinilai cukup efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Karena dalam sebuah film tidak hanya berisi tontonan yang sifatnya menghibur akan tetapi film juga mempunyai misi menyampaikan pesan-pesan moral. Film dan sosiologi merupakan kombinasi yang menarik. Sosiologi yang kajian utamanya adalah masyarakat dan kehidupan sosial membutuhkan banyak contoh fenomena-fenomena yang riil dalam pembelajarannya dan film mampu memenuhi kebutuhan informasi tersebut.
Seperti yang kita ketahui, pada saat ini industri perfilman indonesia semakin berkembang pesat dengan menghasilkan karya-karya yang begitu banyak. Tema-tema yang diambilpun beragam mulai dari kisah cinta, horor, komedi hingga konflik rumah tangga dan semua diadopsi dari kehidupan sehari-sehari. Film-film ringan yang bertemakan kehidupan sosial maupun kebudayaan merupakan salah satu bentuk media yang bisa dijadikan sebagai sumber bahan ajar bagi Sosiologi.
Salah satu contohnya adalah ketika belajar tentang konflik, diferensiasi sosial, stratifikasi sosial dan masyarakat multikultural kita bisa nonton film Nagabonar Jadi 2 yang dibintangi oleh Dedy Mizwar sebagai Nagabonar dan Tora Sudiro sebagai Bonaga anak Nagabonar. Film yang bersetting di Medan dan Jakarta menyuguhkan fenomena sosial yang beragam seperti konflik antara bapak dengan anak (konflik antar individu), teman kerja Bonaga yang berasal dari berbagai suku (Diferensiasi sosial), serta kehidupan pinggiran kota Jakarta yang serba ruwet dan kumuh akan tetapi dengan tidak mengenyampingkan sisi humanisme (Masyarakat multikultural). Dan itu semua adalah obyek kajian Sosiologi.
Dalam film Nagabonar menjadi 2 tidak hanya menyajikan hiburan dari joke-joke dan adegan lucu yang dilakukan oleh pemain akan tetapi juga menyajikan kehidupan sosial yang kompleks dimasyarakat. Sehingga peserta didik lebih dapat merasakan kondisi yang sebenarnya dengan melihat sebuah contoh realitas sosial dari pada hanya mendengar dari guru. Sehingga materi yang disampaikan lebih bisa mengena.
Metode belajar yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari sesuatu secara kongkrit atau nyata akan memperbesar prosentase penyerapan dan juga memicu mereka untuk berubah secara positif. Seperti yang disampaikan oleh Psikolog Vermon dan Magnusson menyebutkan, seorang akan belajar sebanyak 10 persen dari yang di baca, 20 persen dari yang didengar, 30 persen dari yang dilihat, 50 persen dari yang dilihat dan didengar, 70 persen dari yang dikatakan, serta 90 persen dari yang didengar dan dilakukan.
Media pembelajaran dengan menggunakan film membuat peserta didik menjadi lebih kreatif dan kritis. Karena selama proses nonton bareng, guru memberi tugas mencari bentuk fenomena sosial dalam setiap adegan. Sehingga peserta didik tidak hanya melihat jalan cerita akan tetapi juga mencari bentuk atau menganalisa setiap adegan yang berkaitan dengan istilah-istilah dalam sosiologi seperti kelas sosial, konflik, integrasi sosial, asimilasi, akulturasi budaya, dll.
Disamping menghibur dan mendidik metode pembelajaran dengan media film ada juga rambu-rambu yang harus di patuhi agar proses belajar mengajar tidak keluar dari tujuan yang ingin dicapai. Pertama, tidak semua film bisa dijadikan sebagai bahan ajar. Karena dalam memilih sebuah film harus disesuaikan dengan materi yang akan kita berikan kepada peserta didik. Misalnya ketika akan belajar tentang ras kita bisa nonton film Denias Senandung Di Atas Awan.
Kedua, dalam pemilihan film tidak bertentangan dengan etika moral. Jadi disini peran guru adalah memilih film-film bermutu dengan tidak menampilkan adegan-adegan yang tidak senonoh dan berbau kekerasan.
Ketiga, selama menonton film harus didampingi guru. Karena dalam setiap adegan film masing-masing peserta didik mempunyai presepsi yang berbeda-beda. Dan tugas guru adalah membuat keseragaman presepsi dalam setiap adegan dengan tidak mengenyampingkan presepsi dari peserta didik.
Keempat, tidak semua peserta didik tertarik menonton film yang diputar karena sudah pernah menonton sebelumnya sehingga akan menggangu proses nonton bareng. Langkah antisipasinya adalah guru memberi pilihan peserta didik yang sudah pernah nonton film untuk menceritkan kembali film tersebut dengan bentuk karangan atau menyimak film dengan tenang.
Selain rambu-rambu diatas ada hal yang harus dicermati dalam pembelajaran dengan media film. Salah satunya adalah keterbatasan sarana yaitu televisi dan VCD/DVD player yang tidak dimiliki oleh semua sekolah. Disamping itu guru harus merogoh kocek sendiri untuk menyewa film yang akan disajikan.
Sumber:  http://yayahsma3tegal.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar